Rabu, 10 Oktober 2007

Susahnya cari sekolah

Sebentar lagi kami akan pindah rumah ke daerah pinggir kota,otomatis Dhani akan pindah sekolah. Saat ini ia bersekolah di TK A reguler, sebuah TK Islam umum yang dengan senang hati mau menerimanya. Sebetulnya Pemerintah telah menetapkan beberapa sekolah yang dapat menerima anak berkebutuhan khusus atau Special Needs Child. Namanya sekolah inklusi, sekolah dimana pada satu kelas yang terdiri dari anak Neuro Typical/NT sebutan keren bagi anak normal dan satu sampai tiga murid spesial.

Dengan sekolah inklusi ini diharapkan murid-murid NT memiliki rasa empati terhadap teman-temannya yang berkebutuhan khusus.Murid-murid yang spesial ini juga akan meniru perilaku normal dari temannya yang NT.
Meskipun Pemerintah telah menetapkan beberapa sekolah menjadi sekolah inklusi, ternyata kenyataan di lapangan cukup mengecewakan. Dimana tidak semua sekolah siap dengan keputusan itu.Tinggal para orang tua saja yang kebingungan terhadap situasi dan kondisi ini.

Termasuk juga kami, apalagi saya belum pernah mendengar Pemerintah menetapkan TK mana yang ditunjuk menjadi sekolah inklusi. Untungnya ada TK Islam di dekat rumah yang bersedia menerima Dhani, untungnya lagi terapis rumah kami mau menjadi guru pendamping atau shadow selama Dhani bersekolah di TK.Dikarenakan kami akan pindah rumah maka kami juga harus mencari sekolah TK terdekat untuk Dhani. Kami tidak mungkin tetap membiarkan Dhani bersekolah di sekolah ini karena jarak yang teramat jauh.

Beberapa sekolah dekat rumah yang saya survey ternyata kurang memahami tentang autis. Mereka beranggapkan semua anak autis mengalami retardasi mental dan sangat hiperaktif. Termasuk salah satu sekolah favorit, dimana psikolognya juga ternyata tidak begitu paham tentang autis. Padahal saat wawancara saya datang bersama Dhani dan Shadow. Dhani juga cukup dapat mengendalikan perilakunya dan dapat duduk manis.
Sang Psikolog minta beberapa persyaratan yang cukup tidak masuk akal, ia minta keterangan dari Psikiater mengenai perilaku Dhani. Tentu saja saya menolak, karena kami sudah lama meninggalkan Psikiater itu. Kami sudah tidak mungkin lagi berkonsultasi dengannya karena pengobatan yang ia tawarkan tidak cocok buat Dhani.Bukan berarti saya kontra terhadap semua Psikiater. Hanya kami berdua merasa kurang sreg dengan model pengobatan itu.

Akhirnya kami mendapatkan sebuah sekolah TK umum yang langsung welcome dengan Dhani.Meskipun saya tahu mereka kurang mengerti tentang autisme. Hal itu tidak menjadi soal karena saya sudah mempersiapkan seorang shadow yang dapat mengawasi Dhani selama bersekolah di sana. The important thing adalah Dhani dapat bersekolah, karena ia betul-betul Enjoy di sekolah. Selamat nak!

Tidak ada komentar: