Rabu, 27 Februari 2008

Menstruasi pada remaja puteri autis

Banyak orang tua yang memiliki anak perempuan penyandang autis merasa takut akan datangnya “periode’ menstruasi pada anak, karena tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai keterampilan yang harus diajarkan. Keadaan yang memalukan mungkin terjadi karena periode ini dan orang tua harus menghadapi realita ketika anak akan menjadi matang secara seksual. Ketakutan akan mekanisme menghadapi masalah ini membuat banyak ibu datang ke sekolah tiap bulan untuk membantu putri mereka mengganti pembalut (alih-alih memaksa guru “untuk mengatasi masalah ini”). Kadang-kadang orang tua memulangkan puteri mereka dan menahannya di rumah selama seminggu. Orang tua juga khawatir bila hal ini menjadi “hal lain lagi” yang akan menempatkan puteri mereka pada posisi sensitif bila orang tua tidak berada di samping nya untuk membantu. Orang tua yang memiliki puteri penyandang autisme parah kadang-kadang mencari intervensi medis, termasuk pengobatan yang dapat mencegah terjadinya menstruasi. Pada kasus parah, intervensi bedah seperti hysterectomies dilakukan sebagai pengobatan di masa lalu. Orang tua yang memiliki puteri penyandang autisme ringan atau sindrom asperger menyadari bila anak mereka dapat menyebabkan perilaku yang amat memalukan dengan orang-orang di sekitar bila mereka bicara dengan keras tentang “periodenya” misalnya “waktunya untuk ganti pembalut” atau menceritakan kepada orang-orang di sekitarnya bila ia sedang mens. Biasanya ucapan-ucapan seperti ini tidak serta merta hilang saat mereka di SMU, dan orang tua serta guru amat khawatir akan dampak sosial pada remaja ketika masalah pribadi ini dibahas secara umum

Menstruasi adalah hal serius yang dikhawatirkan oleh orang tua. Namun orang tua dan guru didorong untuk santai, menarik nafas panjang dan mendiskusikan apa yang dapat dilakukan mengenai hal ini.

Pertama-tama, menstruasi adalah hal alami dari tubuh seorang wanita dan harus dipandang sebagai 'rite of passage/ritual alami', sama seperti kesehatan gigi, kebutuhan untuk membeli bra, dan kebutuhan untuk mulai memakai deodoran. Hal ini tidak lebih dari sekedar “rutinitas” yang perlu diajarkan kepada seseorang dan harus dipandang sebagai sesuatu tak yang perlu ditakutkan. Komponen yang paling penting dalam keseluruhan masalah harus ada sebelum periode menstrusasi itu sendiri. Perencanaan bagaimana anda akan mengajarkan keterampilan harus dilakukan dengan baik sebelum periode menstruasi puteri anda datang. Salah satu cara yang paling mudah dalam membantu anak untuk mempersiapkan periode menstruasi adalah menyuruhnya untuk mengenakan panty-liner sebelum mendapatkan menstruasi.

Dengan desentisisasi menyuruh anak mengenakan panty-liner, anak akan siap untuk mengenakan pembalut ketika saatnya tiba. Eksperimen dengan beberapa gaya, jenis dan merek sehingga anak akan dapat menerima beberapa jenis bentuk panty-liner atau pembalut yang dapat dikenakan. Ketika pertama kali mengenakan panty-liner, anak haurs diajarkan untuk mengikuti beberapa langkah berikut ini:

-Tempat penyimpanan panty-liners (laci, dompet dan lain-lain.)

-SELALU masuk ke kamar mandi, menutup (dan mengunci) pintu

-bagaimana merobek strip

-bagaimana merekatkan panty liner atau pembalut pada celana

-kapan dan bagaimana membuangnya

-bagaimana melipatnya jadi dua atau jadi tiga

-bagaimana membungkusnya dengan tisu atau kertas

-dimana membuang panty liner atau pembalut bekas setelah dibungkus

-bagaimana menyimpan panty liner atau pembalut baru

Sebagian besar penyandang autisme adalah visual learner. Bila kasus ini seperti kasus anda, buatlah daftar visual langkah-langkah yang dibutuhkan dan tempelkan di dinding kamar mandi. Banyak remaja autis parah yang non verbal telah diajarkan untuk benar-benar mandiri saat menstruasi melalui penggunaan isyarat gambar.
Gunakanlah reinforcement atau reward ketika mengajarkan langkah-langkah penting ini pada puteri anda. Seperti pada rutinitas lain, manajemen menstruasi mandiri membutuhkan program positif dan penguatan yang mantap untuk pelaksanaan yang benar.
Pemberi motivasi dapat disertakan pada rutinitas ini sama seperti rutinitas perilaku yang diajarkan di rumah dan di sekolah. Tidak ada bedanya! Rutinitas ini dapat dibuatkan jadwal gambarnya pada saat yang sama setiap hari untuk mengembangkan satu tingkatan lingkungan pengajaran yang nyaman.

Menstruasion harus dipandang secara objektif oleh semua pihak yang terlibat. Rasa emosional harus dihindari karena penyandang autis dapat menangkap aura tegang yang dipancarkan, anak mulai mencerminkan aura tegang itu pada dirinya sendiri, dan memandang seluruh gambar secara negatif.
Tetap tenang, berikan perintah dengan jelas dan puji anak karena telah mengalami menstruasi proses menuju dewasa. Ajarkan remaja puteri apa yang harus ia lakukan tiap bulan yang akan membutuhkan waktu panjang. Semua langkah ini harus dipecah dan bantuan diberikan pada tiap langkah, isyarat verbal dan fisik juga diperlukan untuk membantunya agar dapat memahami lebih baik. Meskipun hal ini akan menjadi suatu proses yang panjang pada beberapa remaja puteri, namun sebagian dapat dengan cepat memahaminya. Kesabaran dan penuh pengertian terhadap profil autisme individual dan fungsi kognitif akan menentukan tingkat instruksi yang dibutuhkan pada aspek penting ini untuk tumbuh dewasa

Selasa, 22 Januari 2008

Macam-macam Terapi

ABA Therapy

Applied Behavior Analysis adalah ilmu tentang perilaku manusia, saat ini dikenal sebagai terapi perilaku. Selama lebih dari 30 tahun, ribuan penelitian yang mendokumentasikan tentang keefektifan pendekatan ini bagi banyak pihak (anak-anak dan orang dewasa yang sakit mental, gangguan perkembangan serta gangguan belajar).

Applied behavior analyisis adalah proses sistematis yang menerapkan intervensi berdasarkan prinsip-prinsip teori belajar untuk meningkatkan "perilaku sosial secara signifikan" sampai mencapai tingkat yang berarti, dan untuk menunjukkan kalau intervensi yang diterapkan bertanggung jawab akan perkembangan perilaku (Baer,Wolf & Risley, 1968; Sulzer-Azaroff & Mayer, 1991).

ABA berasal dari teori "Operant Conditioning" Ivan Pavlov seorang psikolog Rusia dan Teori "Classical Conditioning" dari E.L Thorndike.Teori ini dipergunakan pertama kali pada anjing percobaan dan prinisp teori ini berkembang menjadi Antecedent (kejadian yang mendahului) Behavior (perilaku yang diinginkan) dan Consequence (konsekuensi yang berupa hadiah atau hukuman).Ole Ivaar Lovaas seorang psikolog UCLA yang pertama kali menerapkan prinisp ABA pada manusia, kemudian dikenal sebagai metode Lovaas.

"Perilaku sosial signifikan" meliputi membaca, akademik,keterampilan sosial,komunikasi dan keterampilan hidup adaptif.
Keterampilan hidup adaptif meliputi motorik kasar, motorik halus, makan dan mempersiapkan makanan, BAK/BAB, berpakaian, kebersihan diri, keterampilan domestik, waktu dan ketepatannya, uang dan nilainya,rumah dan orientasi komunitas, serta keterampilan kerja.

Pendekatan ABA membantu penyandang autisme sedikitnya pada enam hal yaitu:
  1. Untuk meningkatkan perilaku (misal prosedur reinforcement/pemberian hadiah meningkatkan perilaku untuk mengerjakan tugas,atau interaksi sosial)
  2. Untuk mengajarkan keterampilan baru (misal,instruksi sistematis dan prosedur reinforcement mengajarkan keterampilan hidup fungsional, keterampilan komunikasi atau keterampilan sosial)
  3. Untuk mempertahankan perilaku (misal, mengajarkan pengendalian diri dan prosedur pemantauan diri dan menggeneralisasikan pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan sosial )
  4. Untuk mengeneralisasi atau mentransfer perilaku atau respon dari suatu situasi ke situasi lain (misal selain dapat menyelesaikan tugas di ruang terapi anak juga dapat mengerjakannya di ruang kelas)
  5. Untuk membatasi atau kondisi sempit dimana perilaku penganggu terjadi (misal memodifikasi lingkungan belajar)
  6. Untuk mengurangi perilaku penganggu (misal, menyakiti diri sendiri atau stereotipik).
Evaluasi keefektifan intervensi individual adalah komponen penting dalam program yang berdasarkan metodologi ABA. Proses ini meliputi:
  • Pemilihan perilaku penganggu atau defisit keterampilan perilaku
  • Identifikasi tujuan dan objektif
  • Penetapan metode pengukuran target perilaku
  • Evaluasi tingkat performance saat ini (baseline)
  • Mendisain dan menerapkan intervensi yang mengajarkan keterampilan baru dan atau mengurangi perilaku penganggu.
  • Pengukuran target perilaku secara terus-menerus untuk menentukan keefektifan intervensi dan
  • Evaluasi keefektifan intervensi yang sedang berlangsung, dengan modifikasi seperlunya untuk mempertahankan atau meningkatkan keefektifan dan efesiensi intervensi.
Table top activities adalah aktivitas yang dilakukan pada metode ini yaitu anak didudukan di kursi berhadapan dengan terapis, dan materi yang akan diajarkan diletakkan di atas meja.Bagi anak yang baru memulai terapi akan didampingi oleh prompter (terapis pembantu) yang bertugas untuk memandu anak.Mengingat anak belum familiar dengan pendekatan ini serta anak belum memiliki eye contact/kontak mata dan compliance/kepatuhan.Materi yang diajarkan berbentuk kartu bergambar atau visual support, karena anak autis kesulitan untuk menangkap pesan secara auditori.Latihan secara konsisten, terus-menerus akan membuahkan hasil, karena metode ini tidak bersifat instant diperlukan kerja keras dan kesabaran yang ekstra agar anak mendapatkan kemajuan yang signifikan.



Selasa, 15 Januari 2008

Tantrum

Tantrum atau marah hebat adalah perilaku negatif yang sering
ditunjukkan oleh anak penyandang autistik.
Anak tantrum, adalah bila ekspresi kesal, marah, dan tidak suka
sudah tidak dapat dikendalikan melalui pemberitahuan.

Anak tantrum, biasanya karena ia tidak dimengerti, tidak merasa
nyaman, tidak tahu harus berbuat apa, bingung, tidak suka dengan
situasi dan sebagainya.

Tugas kita, membuat anak paham, bahwa ia tidak akan dapat apa
yang diinginkan nya. Apapun alasannya.

Nah, dengan bapak/ibu memeluk serta menciumnya pada saat
anak tantrum,pesan yang ia terima adalah ==== "Berbuatlah negatif,
maka kau akan
dapat sesuatu yang menyenangkan".
Hasilnya apa?
Perilaku negatif tadi (tantrum) akan ia ulangi lagi lain kali.
Terjadilah lingkaran setan....

Apa yang harus dilakukan...
1. Cari tahu penyebab tantrum.
Kalau tidak nyaman karena lapar,
haus, sakit, tentu beda penanganannya kalau penyebabnya
adalah "tidak mau mengerjakan tugas".

2. Ajari cara berkomunikasi.
Misal belum verbal, sangat membantu kalau
bisa menggunakan sistem komunikasi tukar gambar (PECS) atau
Visual Supports sehingga anak diajari untuk mengungkapkan
kebutuhan tanpa harus melalui perasaan frustrasi
karena tidak dimengerti.

3. Terapkan disiplin.
Aturan adalah aturan, tidak boleh dilanggar. Ikuti,
atau akan ada konsekuensi.

4. Tantrum?
No attention whatsoever. Tidak dicium, dipeluk, dirayu, dimarahi,
apalagi dipukul.
Kalau anak sedang tantrum, kita yang harus jadi orang autis = cuek !
Begitu anak sedang tidak berperilaku negatif, justru disitu
kita ajak anak berinteraksi secara positif, diajak main,
dicium/dipeluk, diajak bicara.
Jangan hanya memperhatikan pada saat anak berperilaku negatif.
Nanti dia pikir,
"Harus ngamuk dulu baru bapak-ibu memperhatikan saya".

P.S : Resource Dyah Puspita

Rabu, 02 Januari 2008

Model Rule Out untuk identifikasi dan Treatment bagi anak-anak dengan gangguan perkembangan

Apakah gangguan perkembangan itu?

Gangguan perkembangan adalah gangguan yang meliputi gangguan neurologis, emosional, atau fisik karena masalah perilaku, dimana gangguan ini menghambat anak untuk berinteraksi secara normal dengan teman sebaya atau menghambat anak belajar keterampilan atau pengetahuan yang dipelajari oleh teman sebaya. Hambatan tersebut meliputi:

1. Kurangnya koordinasi motorik kasar dan motorik halus serta lemahnya perencanaan gerak.
2. Kurangnya keterampilan bicara, bahasa dan komunikasi yang sesuai dengan umurnya.
3. Kurangnya interaksi sosial yang sesuai dengan umurnya.
4. Lemahnya rasa percaya diri

Kondisi ini meliputi:

  1. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)), Gangguan pemusatan perhatian ( Attention Deficit Disorder (ADD))
  2. Spektrum Autisme (Autistic Spectrum (ASD)), Autisme/ Autism, Sindrom Asperger/Asperger’s Disorder
  3. Gangguan Pemrosesan Auditori Pusat/Central Auditory Processing Disorder (CAPD)
  4. Cerebral Palsy
  5. Downs Syndrome
  6. Disleksia dan Gangguan belajar spesifik/Dyslexia & Specific Learning Disabilities (SLD)
  7. Epilepsi dan KejangEpileptic or Seizure Disorders
  8. Sindrom Genetik/Genetic Syndromes
  9. Gangguan Belajar Non verbal/Non-Verbal Learning Disorder
  10. Gangguan Perkembangan Pervasive/Pervasive Developmental Disorder (PDD), Gangguan banyak sistem/Multi-Systems Disorder (MSD)
  11. Gangguan Perencanaan Gerak/Motor Planning Disorder
  12. Gangguan Sensori Integrasi/Sensory Integration Disorder (SID)
  13. Gangguan Pemrosesan Sensori/Sensory Processing Deficits
  14. Spina Bifida

Semua gangguan ini memiliki keterbatasan atau kekurangan pada banyak area yang sama dari fungsi perkembangan seperti:

  • Bicara dan Bahasa/Speech and/ or language
  • Perencanaan Gerak/Motor planning (mengurutkan tindakan atau perilaku/sequencing of actions or behaviors)
  • Interaksi Sosial dan yang berkaitan dengan sosialisasiSocial interactions and social relatedness
  • Kognisi dan fungsi perseptual (visual, auditori dan kinestetik) /Cognition & perceptual functioning (visual, auditory and kinesthetic).

Penting untuk mengadopsi “deskripsi fungsional” yang lebih luas dengan intervensi eklektik dan pilihan treatment yang lebih banyak untuk mengakomodasi kebutuhan tiap individu anak, daripada anak yang mengakomodasi pendekatan treatment seragam yang ditawarkan. Tiap anak, apapun label atau diagnosa yang diberikan, menunjukkan pola unik dari hambatan fungsional dan harus diberikan pendekatan yang individual bukan berdasarkan pada “diagnosa anak”.

Cara untuk menghindari kesalahan label prematur
Label atau kategori diagnosa dibutuhkan karena:

Pihak ketiga membutuhkan "label" untuk mendapatkan dana penggantian
Para orang tua sering menuntut dan mencari rasa aman pada suatu label/diganosa. Mereka bersikeras untuk mengetahui apa yang salah dan apa prognosanya.

Pendekatan The "RULE OUT" merekomendasikan langkah model bijaksana dari assesesment dan intervensi bagi penyandang gangguan perkembangan. Langkah pertama: mengesampingkan semua masalah psikologis yang dapat menjadi alasan nyata atas perilaku yang diamati. Langkah kedua: mengesampingkan semua masalah sensori, perencanaan gerak dan kognitif yang dapat menjadi alasan nyata atas perilaku yang diamati. Langkah ketiga : mengesampingkan potensi sosial lainnya, emosi, kognitif, sensori, motorik, masalah keluarga yang dapat menjadi alasan nyata atas prilaku yang diamati. Langkah keempat: mengatur sisa perilaku yang tidak menghambat untuk menjelaskan alasan-alasan atas perilaku yang diamati.

Dengan menggunakan Model langkah Rule Out, kita dapat dengan jelas mengidentifikasi perilaku tersebut, dimana perilaku dapat dimodifikasi dan cara-cara potensial untuk memodifikasinya. Hal ini akan menghindari pemberian label prematur yang keliru. Setelah semua faktor diabaikan dan faktor relevan saja yang dibenahi, sehingga diagnosa akurat dan program intervensi dapat diberikan.

Siapa saja "Rule Out Model" Tim Assessment

Tim evaluasi umum oleh dokter perkembangan anak dan diagnosa klinis perkembangan atau skrining perkembangan oleh tim treatment yang terdiri dari psikolog perkembangan anak, terapis wicara patologis, terapis okupasi, spesialis pendidikan khsusus, pekerja sosial, spesialis perkembangan anak dan dokter perkembangan anak atau dokter syaraf anak.

"Rule Out" Aturan dalam proses Assessment

Ketika anak diassess karena gangguan perkembangan, segera mendesak tim perkembangan untuk:

1. "Rule Out/mengabaikan" semua disfungsi psikologis atau disfungsi tubuh
2. "Rule out/mengabaikan" semua disfungsi sensori, motorik, perencanaan gerak dan kognitif
3. "Rule out/mengabaikan" semua masalah sosial, emosional, kognitif, sensori, motorik dan keluarga
4. "Rule in/membenahi" semua tingkat fungsi anak sebelum mengakhiri program aksi untuk memastikan kalau hanya masalah tersebut yang tidak dapat “dibenahi/rule out” adalah alasan akan masalah atau keterlambatan perkembangan yang diamati.

Mengenali masalah kemunduran yang terjadi pada program intervensi anak yang sedang berlangsung yang mungkin disebabkan masalah psikologis-sensori-perencanaan gerak, yang belum cukup diidentifikasi sebelumnya.


Contoh-contoh "Rules Outs"

Rule Out langkah pertama: Psikologis dan keadaan fisik tubuh
Rule out: Kejang, luka otak, gangguan syaraf, gangguan genetik, gangguan metabolis, Allergi
Rule Out langkah kedua: Sensori, Motorik, Faktor kognitif
Rule out: masalah penglihatan, pendengaran, Auditori dan Visual Perceptual serta masalah pemrosesan, kontrol motorik atau masalah perencanaan gerak, masalah Sensory Integrasi, kecerdasan dan fungsi kognitif serta potensi
Rule Out langkah ketiga Sosial, Emosional, Kognitive, Sensori, Motorik, masalah keluarga
Rule out: Pencabutan budaya, kekerasan fisik atau kelalaian, gagal berkembang, masalah kontrol impulse/rangsangan, gangguan belajar
Rule Out Langkah keempat – Membenahi apa yang tersisa bukan mengabaikan.
Membenahi: sisa-sisa masalah yang belum disingkirkan sebagai penyebab dari perilaku yang telah diamati dan fungsi serta merencanakan satu treatment intervensi yang relevan berdasarkan pada faktor-faktor “pembenahan”.

Komponen Intervensi yang ideal
Apa yang dibutuhkan dalam mempersiapkan layanan intervensi yang cocok bagi anak dengan gangguan perkembangan adalah memasukkan mereka dalam program sekolah inklusi alami. Program inklusi tersebut haruslah bersifat eklektik dan melibatkan banyak komponen dari komponen dibawah ini, yang telah diseleksi untuk memenuhi kebutuhan individu anak.

Sosialisasi keseluruhan/Pendekatan relasi :
* Komunikasi One on One misal. Floor Time
* Terapi bermain/Play Therapy

Bahasa dan Komunikasi
  • Terapi wicara dan bahasa
  • Pendengaran dan program pemrosesan auditori
  • Perluasan bahasa
  • Terapi motorik mulut
Sensory:

  • Sensori Integrasi
  • Memperbaiki gangguan pemrosesan melalui remedial
  • Modulasi sensori dengan sensori diet untuk mendesentisasi anak terhadap peningkatan rangsangan sensori dari luar

Keterampilan Motorik:

  • Terapi Okupasi/Occupational Therapy
  • Terapi motorik mulut/Oral motor therapy
  • Intervensi perencanaan gerak/Motor planning intervention
  • Terapi fisik/Physical Therapy

Pendekatan perilaku/Behavioral Approach:
  • Applied Behavioral Analysis
  • Discrete Trial Learning
  • Behavioral modification and intervention

Kognitif:
  • Program Pendidikan
  • Modifikasi kelas
  • Keterampilan Organisasi
  • Keterampilan belajar
  • Tutorial

Medis:

  • Obat-obatan untuk kejang, atau gangguan syaraf pada anak
Nutrisi:
  • Kontrol Alergi makanan
  • Kontrol Diet
  • Meningkatkan pola makan
  • Vitamin supplements

Jumat, 09 November 2007

Kategori dalam Gangguan Spektrum Autistik:

Autisme adalah gangguan spektrum.Dengan kata lain, gejalan dan karakteristik dari autisme dapat muncul sendiri dalam banyak variasi,dari ringan sampai parah. Meskipun autisme didefenisikan sebagai seperangkat perilaku tertentu, penyandang autis anak dan dewasa dapat menunjukkan kombinasi perilaku tingkat keparahan tertentu. Ada dua anak,yang memiliki diagnosa yang sama, dapat berperilaku sangat berbeda satu sama lain dan memiliki keterampilan yang bervariasi. Oleh karena itu, tidak ada standard "tipe" or "typical" dari penyandang autisme. Para orang tua kadang mendengar istilah berbeda yang digunakan untuk menjelaskan anak-anak dalam spektrum ini, seperti: autistic-like, kecenderungan autistik,spektrum autisme, autisme fungsi tinggi atau fungsi rendah, lebih bisa atau kurang bisa/ less-abled. Penting untuk dipahami, apapun diagnosanya, anak dapat belajar dan berfungsi secara produktif dan menunjukkan hasil dari terapi dan pendidikan yang sesuai. Beberapa gangguan terkait dikelompokkan dibawah broad heading "Pervasive Developmental Disorder" atau PDD-suatu gangguan berkategori umum yang memiliki ciri kerusakan parah dan pervasive dalam beberapa area perkembangan (American Psychiatric Association 1994). Ketika para profesional dan orang tua dirujuk pada jenis autisme yang berbeda, seringkali mereka membedakan autisme dari salah satu gangguan perkembangan perpasive/pervasive developmental disorders.

Individu yang masuk dalam Pervasive Developmental Disorder kategori pada DSM-IV menunjukkan hal umum pada kesulitan komunikasi dan sosial, tapi berbeda dalam istilah keparahan. Ringkasan berikut ini menekankan point-point utama yang membantu dalam membedakan perbedaan antara diagnosa yang digunakan:

Gangguan Autistik: kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan permainan imajinatif sebelum usia 3 tahun. Perilaku streotipik, minat dan aktivitas yang terbatas.

Asperger: memiliki ciri kesulitan dalam interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, tanpa keterlambatan bahasa dan memiliki kemampuan intelejensia rata-rata sampai diatas rata-rata.

Pervasive Developmental Disorder- Not Otherwise Specified: (umumnya dirujuk sebagai atypical autism) diagnosa PDD-NOS diberikan ketika anak tidak memenuhi kriteri akan diagnosa spesifik, tapi memiliki hambatan parah dan perpasif pada perilaku tertentu.

Rett's Disorder: suatu gangguan progressive dimana, lebih sering terjadi pada anak perempuan. Periode perkembangan normal dan hilangnya kemampuan yang telah dikuasai sebelumnya, hilangnya penggunan tangan yang digantikan dengan gerakan tangan repetitif, gangguan yang mulai terjadi dari umur 1-4 tahun.

Childhood Disintegrative Disorder: memiliki ciri perkembangan normal setidaknya berlangsung selama 2 tahun pertama, hilangnya kemampuan yang telah dikuasai secara signifikan.(American Psychiatric Association 1994).

Autisme Verbal: penyandang autisme yang telah dapat berbicara dan berkomunikasi dua arah, serta dapat menggunakan kalimat dengan konteks yang tepat.

Autisme Non Verbal: penyandang autisme yang baru dapat berbicara, membeo atau echolalia. Namun belum dapat berbicara atau berkomunikasi dua arah dan belum mengerti arti kata yang diucapkan serta mengucapkan kata pada situasi yang tidak tepat.

Sabtu, 03 November 2007

Relationship Development Intervention

Relationship Development Intervention
Dr.Steven Gutstein
RDI Introductory Workshop
28-29 May,2007 S’pore

Apakah RDI itu?
RDI adalah suatu program untuk mendidik dan melatih orang tua dan guru dari anak-anak penyandang gangguan spektrum autisme (GSA) dan mereka yang berinteraksi dan bekerja dengan anak-anak ini.
Misi RDI adalah untuk mengembangkan metode yang paling efektif untuk remediasi hambatan spesifik yang menghambat penyandang autis untuk menjadi pekerja yang produktif, hidup secara mandiri, menikah dan hubungan sosial intim.
RDI memberdayakan keluarga dan mereka yang paling terlibat dalam mengurus dan mendidik anak. Sumber dalam jumlah besar diinvestasikan dalam mempersiapkan orang tua dan guru untuk bertindak sebagai pemandu partisipan,menciptakan peluang harian bagi anak untuk merespon dengan cara yang lebih fleksibel, cara-cara lazim terhadap hal baru, hambatan dan peningkatan situasi dan persoalan yang tak dapat diprediksi. Baik ayah dan ibu adalah partisipan inti dalam proses perawatan.
Riset baru-baru ini menunjukkan kalau metode RDI ampuh, alat yang efektif untuk meningkatkan kapasitas dan motivasi anak untuk berbagi, dan juga fleksibel dan adaptasi.

Pembelajaran Dinamis
Ada satu perbedaan besar antara mengajari seseorang “sesuatu” sebagai bagian kecil dari informasi (bahkan bila “sesuatu” itu sebagai konsep abstrak), dan mengajarkan seseorang untuk menggunakan pikiran mereka secara efektif. Itu adalah perbedaan antara menyediakan kepingan pengetahuan tertentu dan mengajarkan seseorang bagaimana menciptakan pengetahuan itu sendiri.

Para penyandang GSA mengalami hambatan dalam kecerdasan dinamis yang mencakup tiga wilayah yaitu berfikir dan memecahkan masalah, sosial dan komunikasi serta diri sendiri. Berfikir dinamis adalah cara kita belajar untuk memecahkan masalah dunia secara nyata, melakukan hubungan yang sedang berlangsung dan bernegosiasi arah perubahan hidup secara terus-menerus.
Berfikir dinamis dan pemecahan masalah adalah PROSES TERUS-MENERUS di dunia yang tak tentu ini.
Komunikasi dinamis adalah pengalaman berbagi.
Komunikasi dinamis adalah suatu produk yang kita pikirkan dan rasakan balam berhubungan terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh lawan bicara: Pembangunan temporer “jembatan mental” untuk mengkolaborasikan, membandingkan, membedakan, mengintegrasikan, menggabungkan pemahaman dan dipahami.
Hal yang dapat diprediksi oleh kecerdasan dinamis adalah : peluang pekerjaan, pertemanan, percakapan dan kesehatan mental.

Kamis, 25 Oktober 2007

Anak autis hilang? oh NO..............

Tips yang dapat dilakukan untuk mencegah anak autis hilang...

1. Kenali anak kita.
Perhatikan kebiasaannya, kesenangannya, hal-hal yang dapat mengarah
pada "bahaya", jadikan itu sebagai "target belajar".
Kalau sudah bisa diajari untuk menghafal data diri, segera lakukan,
latih (kalau perlu dengan "bermain peran") berkali-kali sampai hafal
mati- untuk mengungkapkan data diri kepada orang lain (termasuk orang
yang tidak dia kenal sekalipun).
Kalau belum bisa diajari, AWASI dengan ketat, atau, pakaikan sesuatu
yang merupakan jati diri dia sehingga orang yang menemukan dia dapat
menghubungi kita.

2. Ajari anak kita.
Data diri, WAJIB.
Nama panggilan, nama ibu, nama bapak, nomer telpon dan alamat.
Kalau bisa bicara, ajari jawab pertanyaan standard "nama"..."nomer telpon".
Kalau tidak bisa bicara, belum bisa lancar, atau mentok kalo stres,
ajari menulis namanya, atau nomer telpon atau nama sekolah.
Kalau belum bisa bicara dan belum bisa menulis, sekali lagi, AWASI
dengan ketat atau, pakaikan sesuatu yang merupakan jati diri dia.

Beberapa POLA yang biasa terjadi pada anak autis:
- anak autis memiliki daya ingat yang (biasanya) baik, jadi apa yang
mereka lakukan sekarang seringkali berkaitan dengan sesuatu di masa
lalunya.
Kasus A = balik ke tempat majalah yang dia kepingin tapi gak
dibeliin ibunya. Kasus B = balik ke tempat terakhir dia field trip
sama sekolahan..mungkin belum puas.
Kalau memang memungkinkan, telusuri tempat2 dimana memang kemungkinan
anak itu berada.

- karena mereka cenderung kembali ke tempat semula --- sebaiknya KITA
berusaha untuk berada di sekitar tempat terakhir kita pisah sama anak.

SEGERA diskusikan dengan tim masing-masing (orangtua, pengasuh, guru,
terapis) mengenai beberapa hal utama:
1. Kemampuan anak sampai dimana
2. Sifat unik anak, apa (mau pakai kalung? gelang? alat canggih? bisa
bicara? bisa tulis? tidak bisa apa-apa tapi bisa dilatih? gak mau pake
apa2?)
3. AJARI sesuatu yang merupakan kemampuan anak untuk PROBLEM SOLVING
kalau terjadi ssuatu yang tidak kita inginkan. Kalau bisa disuruh cari
satpam, do it. Kalau bisa disuruh "stay where you are", do it. Kalau
bisa disuruh "telpon papa", do it.
Kalau belum bisa semua di atas, LATIH untuk pakai identitas diri,
TIDAK BOLEH DIBUANG
4. Rekayasakan situasi, ulang lagi, coba role play, libatkan
"strangers" untuk role play ini...supaya anak benar2 paham apa yang
harus ia lakukan dalam situasi yang "tidak terduga" tersebut.

P.S : Dikutip dari Dyah Puspita