Selasa, 22 Januari 2008

Macam-macam Terapi

ABA Therapy

Applied Behavior Analysis adalah ilmu tentang perilaku manusia, saat ini dikenal sebagai terapi perilaku. Selama lebih dari 30 tahun, ribuan penelitian yang mendokumentasikan tentang keefektifan pendekatan ini bagi banyak pihak (anak-anak dan orang dewasa yang sakit mental, gangguan perkembangan serta gangguan belajar).

Applied behavior analyisis adalah proses sistematis yang menerapkan intervensi berdasarkan prinsip-prinsip teori belajar untuk meningkatkan "perilaku sosial secara signifikan" sampai mencapai tingkat yang berarti, dan untuk menunjukkan kalau intervensi yang diterapkan bertanggung jawab akan perkembangan perilaku (Baer,Wolf & Risley, 1968; Sulzer-Azaroff & Mayer, 1991).

ABA berasal dari teori "Operant Conditioning" Ivan Pavlov seorang psikolog Rusia dan Teori "Classical Conditioning" dari E.L Thorndike.Teori ini dipergunakan pertama kali pada anjing percobaan dan prinisp teori ini berkembang menjadi Antecedent (kejadian yang mendahului) Behavior (perilaku yang diinginkan) dan Consequence (konsekuensi yang berupa hadiah atau hukuman).Ole Ivaar Lovaas seorang psikolog UCLA yang pertama kali menerapkan prinisp ABA pada manusia, kemudian dikenal sebagai metode Lovaas.

"Perilaku sosial signifikan" meliputi membaca, akademik,keterampilan sosial,komunikasi dan keterampilan hidup adaptif.
Keterampilan hidup adaptif meliputi motorik kasar, motorik halus, makan dan mempersiapkan makanan, BAK/BAB, berpakaian, kebersihan diri, keterampilan domestik, waktu dan ketepatannya, uang dan nilainya,rumah dan orientasi komunitas, serta keterampilan kerja.

Pendekatan ABA membantu penyandang autisme sedikitnya pada enam hal yaitu:
  1. Untuk meningkatkan perilaku (misal prosedur reinforcement/pemberian hadiah meningkatkan perilaku untuk mengerjakan tugas,atau interaksi sosial)
  2. Untuk mengajarkan keterampilan baru (misal,instruksi sistematis dan prosedur reinforcement mengajarkan keterampilan hidup fungsional, keterampilan komunikasi atau keterampilan sosial)
  3. Untuk mempertahankan perilaku (misal, mengajarkan pengendalian diri dan prosedur pemantauan diri dan menggeneralisasikan pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan sosial )
  4. Untuk mengeneralisasi atau mentransfer perilaku atau respon dari suatu situasi ke situasi lain (misal selain dapat menyelesaikan tugas di ruang terapi anak juga dapat mengerjakannya di ruang kelas)
  5. Untuk membatasi atau kondisi sempit dimana perilaku penganggu terjadi (misal memodifikasi lingkungan belajar)
  6. Untuk mengurangi perilaku penganggu (misal, menyakiti diri sendiri atau stereotipik).
Evaluasi keefektifan intervensi individual adalah komponen penting dalam program yang berdasarkan metodologi ABA. Proses ini meliputi:
  • Pemilihan perilaku penganggu atau defisit keterampilan perilaku
  • Identifikasi tujuan dan objektif
  • Penetapan metode pengukuran target perilaku
  • Evaluasi tingkat performance saat ini (baseline)
  • Mendisain dan menerapkan intervensi yang mengajarkan keterampilan baru dan atau mengurangi perilaku penganggu.
  • Pengukuran target perilaku secara terus-menerus untuk menentukan keefektifan intervensi dan
  • Evaluasi keefektifan intervensi yang sedang berlangsung, dengan modifikasi seperlunya untuk mempertahankan atau meningkatkan keefektifan dan efesiensi intervensi.
Table top activities adalah aktivitas yang dilakukan pada metode ini yaitu anak didudukan di kursi berhadapan dengan terapis, dan materi yang akan diajarkan diletakkan di atas meja.Bagi anak yang baru memulai terapi akan didampingi oleh prompter (terapis pembantu) yang bertugas untuk memandu anak.Mengingat anak belum familiar dengan pendekatan ini serta anak belum memiliki eye contact/kontak mata dan compliance/kepatuhan.Materi yang diajarkan berbentuk kartu bergambar atau visual support, karena anak autis kesulitan untuk menangkap pesan secara auditori.Latihan secara konsisten, terus-menerus akan membuahkan hasil, karena metode ini tidak bersifat instant diperlukan kerja keras dan kesabaran yang ekstra agar anak mendapatkan kemajuan yang signifikan.



Selasa, 15 Januari 2008

Tantrum

Tantrum atau marah hebat adalah perilaku negatif yang sering
ditunjukkan oleh anak penyandang autistik.
Anak tantrum, adalah bila ekspresi kesal, marah, dan tidak suka
sudah tidak dapat dikendalikan melalui pemberitahuan.

Anak tantrum, biasanya karena ia tidak dimengerti, tidak merasa
nyaman, tidak tahu harus berbuat apa, bingung, tidak suka dengan
situasi dan sebagainya.

Tugas kita, membuat anak paham, bahwa ia tidak akan dapat apa
yang diinginkan nya. Apapun alasannya.

Nah, dengan bapak/ibu memeluk serta menciumnya pada saat
anak tantrum,pesan yang ia terima adalah ==== "Berbuatlah negatif,
maka kau akan
dapat sesuatu yang menyenangkan".
Hasilnya apa?
Perilaku negatif tadi (tantrum) akan ia ulangi lagi lain kali.
Terjadilah lingkaran setan....

Apa yang harus dilakukan...
1. Cari tahu penyebab tantrum.
Kalau tidak nyaman karena lapar,
haus, sakit, tentu beda penanganannya kalau penyebabnya
adalah "tidak mau mengerjakan tugas".

2. Ajari cara berkomunikasi.
Misal belum verbal, sangat membantu kalau
bisa menggunakan sistem komunikasi tukar gambar (PECS) atau
Visual Supports sehingga anak diajari untuk mengungkapkan
kebutuhan tanpa harus melalui perasaan frustrasi
karena tidak dimengerti.

3. Terapkan disiplin.
Aturan adalah aturan, tidak boleh dilanggar. Ikuti,
atau akan ada konsekuensi.

4. Tantrum?
No attention whatsoever. Tidak dicium, dipeluk, dirayu, dimarahi,
apalagi dipukul.
Kalau anak sedang tantrum, kita yang harus jadi orang autis = cuek !
Begitu anak sedang tidak berperilaku negatif, justru disitu
kita ajak anak berinteraksi secara positif, diajak main,
dicium/dipeluk, diajak bicara.
Jangan hanya memperhatikan pada saat anak berperilaku negatif.
Nanti dia pikir,
"Harus ngamuk dulu baru bapak-ibu memperhatikan saya".

P.S : Resource Dyah Puspita

Rabu, 02 Januari 2008

Model Rule Out untuk identifikasi dan Treatment bagi anak-anak dengan gangguan perkembangan

Apakah gangguan perkembangan itu?

Gangguan perkembangan adalah gangguan yang meliputi gangguan neurologis, emosional, atau fisik karena masalah perilaku, dimana gangguan ini menghambat anak untuk berinteraksi secara normal dengan teman sebaya atau menghambat anak belajar keterampilan atau pengetahuan yang dipelajari oleh teman sebaya. Hambatan tersebut meliputi:

1. Kurangnya koordinasi motorik kasar dan motorik halus serta lemahnya perencanaan gerak.
2. Kurangnya keterampilan bicara, bahasa dan komunikasi yang sesuai dengan umurnya.
3. Kurangnya interaksi sosial yang sesuai dengan umurnya.
4. Lemahnya rasa percaya diri

Kondisi ini meliputi:

  1. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)), Gangguan pemusatan perhatian ( Attention Deficit Disorder (ADD))
  2. Spektrum Autisme (Autistic Spectrum (ASD)), Autisme/ Autism, Sindrom Asperger/Asperger’s Disorder
  3. Gangguan Pemrosesan Auditori Pusat/Central Auditory Processing Disorder (CAPD)
  4. Cerebral Palsy
  5. Downs Syndrome
  6. Disleksia dan Gangguan belajar spesifik/Dyslexia & Specific Learning Disabilities (SLD)
  7. Epilepsi dan KejangEpileptic or Seizure Disorders
  8. Sindrom Genetik/Genetic Syndromes
  9. Gangguan Belajar Non verbal/Non-Verbal Learning Disorder
  10. Gangguan Perkembangan Pervasive/Pervasive Developmental Disorder (PDD), Gangguan banyak sistem/Multi-Systems Disorder (MSD)
  11. Gangguan Perencanaan Gerak/Motor Planning Disorder
  12. Gangguan Sensori Integrasi/Sensory Integration Disorder (SID)
  13. Gangguan Pemrosesan Sensori/Sensory Processing Deficits
  14. Spina Bifida

Semua gangguan ini memiliki keterbatasan atau kekurangan pada banyak area yang sama dari fungsi perkembangan seperti:

  • Bicara dan Bahasa/Speech and/ or language
  • Perencanaan Gerak/Motor planning (mengurutkan tindakan atau perilaku/sequencing of actions or behaviors)
  • Interaksi Sosial dan yang berkaitan dengan sosialisasiSocial interactions and social relatedness
  • Kognisi dan fungsi perseptual (visual, auditori dan kinestetik) /Cognition & perceptual functioning (visual, auditory and kinesthetic).

Penting untuk mengadopsi “deskripsi fungsional” yang lebih luas dengan intervensi eklektik dan pilihan treatment yang lebih banyak untuk mengakomodasi kebutuhan tiap individu anak, daripada anak yang mengakomodasi pendekatan treatment seragam yang ditawarkan. Tiap anak, apapun label atau diagnosa yang diberikan, menunjukkan pola unik dari hambatan fungsional dan harus diberikan pendekatan yang individual bukan berdasarkan pada “diagnosa anak”.

Cara untuk menghindari kesalahan label prematur
Label atau kategori diagnosa dibutuhkan karena:

Pihak ketiga membutuhkan "label" untuk mendapatkan dana penggantian
Para orang tua sering menuntut dan mencari rasa aman pada suatu label/diganosa. Mereka bersikeras untuk mengetahui apa yang salah dan apa prognosanya.

Pendekatan The "RULE OUT" merekomendasikan langkah model bijaksana dari assesesment dan intervensi bagi penyandang gangguan perkembangan. Langkah pertama: mengesampingkan semua masalah psikologis yang dapat menjadi alasan nyata atas perilaku yang diamati. Langkah kedua: mengesampingkan semua masalah sensori, perencanaan gerak dan kognitif yang dapat menjadi alasan nyata atas perilaku yang diamati. Langkah ketiga : mengesampingkan potensi sosial lainnya, emosi, kognitif, sensori, motorik, masalah keluarga yang dapat menjadi alasan nyata atas prilaku yang diamati. Langkah keempat: mengatur sisa perilaku yang tidak menghambat untuk menjelaskan alasan-alasan atas perilaku yang diamati.

Dengan menggunakan Model langkah Rule Out, kita dapat dengan jelas mengidentifikasi perilaku tersebut, dimana perilaku dapat dimodifikasi dan cara-cara potensial untuk memodifikasinya. Hal ini akan menghindari pemberian label prematur yang keliru. Setelah semua faktor diabaikan dan faktor relevan saja yang dibenahi, sehingga diagnosa akurat dan program intervensi dapat diberikan.

Siapa saja "Rule Out Model" Tim Assessment

Tim evaluasi umum oleh dokter perkembangan anak dan diagnosa klinis perkembangan atau skrining perkembangan oleh tim treatment yang terdiri dari psikolog perkembangan anak, terapis wicara patologis, terapis okupasi, spesialis pendidikan khsusus, pekerja sosial, spesialis perkembangan anak dan dokter perkembangan anak atau dokter syaraf anak.

"Rule Out" Aturan dalam proses Assessment

Ketika anak diassess karena gangguan perkembangan, segera mendesak tim perkembangan untuk:

1. "Rule Out/mengabaikan" semua disfungsi psikologis atau disfungsi tubuh
2. "Rule out/mengabaikan" semua disfungsi sensori, motorik, perencanaan gerak dan kognitif
3. "Rule out/mengabaikan" semua masalah sosial, emosional, kognitif, sensori, motorik dan keluarga
4. "Rule in/membenahi" semua tingkat fungsi anak sebelum mengakhiri program aksi untuk memastikan kalau hanya masalah tersebut yang tidak dapat “dibenahi/rule out” adalah alasan akan masalah atau keterlambatan perkembangan yang diamati.

Mengenali masalah kemunduran yang terjadi pada program intervensi anak yang sedang berlangsung yang mungkin disebabkan masalah psikologis-sensori-perencanaan gerak, yang belum cukup diidentifikasi sebelumnya.


Contoh-contoh "Rules Outs"

Rule Out langkah pertama: Psikologis dan keadaan fisik tubuh
Rule out: Kejang, luka otak, gangguan syaraf, gangguan genetik, gangguan metabolis, Allergi
Rule Out langkah kedua: Sensori, Motorik, Faktor kognitif
Rule out: masalah penglihatan, pendengaran, Auditori dan Visual Perceptual serta masalah pemrosesan, kontrol motorik atau masalah perencanaan gerak, masalah Sensory Integrasi, kecerdasan dan fungsi kognitif serta potensi
Rule Out langkah ketiga Sosial, Emosional, Kognitive, Sensori, Motorik, masalah keluarga
Rule out: Pencabutan budaya, kekerasan fisik atau kelalaian, gagal berkembang, masalah kontrol impulse/rangsangan, gangguan belajar
Rule Out Langkah keempat – Membenahi apa yang tersisa bukan mengabaikan.
Membenahi: sisa-sisa masalah yang belum disingkirkan sebagai penyebab dari perilaku yang telah diamati dan fungsi serta merencanakan satu treatment intervensi yang relevan berdasarkan pada faktor-faktor “pembenahan”.

Komponen Intervensi yang ideal
Apa yang dibutuhkan dalam mempersiapkan layanan intervensi yang cocok bagi anak dengan gangguan perkembangan adalah memasukkan mereka dalam program sekolah inklusi alami. Program inklusi tersebut haruslah bersifat eklektik dan melibatkan banyak komponen dari komponen dibawah ini, yang telah diseleksi untuk memenuhi kebutuhan individu anak.

Sosialisasi keseluruhan/Pendekatan relasi :
* Komunikasi One on One misal. Floor Time
* Terapi bermain/Play Therapy

Bahasa dan Komunikasi
  • Terapi wicara dan bahasa
  • Pendengaran dan program pemrosesan auditori
  • Perluasan bahasa
  • Terapi motorik mulut
Sensory:

  • Sensori Integrasi
  • Memperbaiki gangguan pemrosesan melalui remedial
  • Modulasi sensori dengan sensori diet untuk mendesentisasi anak terhadap peningkatan rangsangan sensori dari luar

Keterampilan Motorik:

  • Terapi Okupasi/Occupational Therapy
  • Terapi motorik mulut/Oral motor therapy
  • Intervensi perencanaan gerak/Motor planning intervention
  • Terapi fisik/Physical Therapy

Pendekatan perilaku/Behavioral Approach:
  • Applied Behavioral Analysis
  • Discrete Trial Learning
  • Behavioral modification and intervention

Kognitif:
  • Program Pendidikan
  • Modifikasi kelas
  • Keterampilan Organisasi
  • Keterampilan belajar
  • Tutorial

Medis:

  • Obat-obatan untuk kejang, atau gangguan syaraf pada anak
Nutrisi:
  • Kontrol Alergi makanan
  • Kontrol Diet
  • Meningkatkan pola makan
  • Vitamin supplements